Empat Sekawan di Balik PIP Selindung: Dugaan Pelanggaran Sistem Kordinasi Desa






Bangka Barat - Operasi penambangan jenis Tawer PIP (Penambangan Izin Perairan) di perairan Selindung, Desa Air Putih, Kecamatan Mentok, Bangka Barat, kembali disorot akibat dugaan pelanggaran yang mengancam stabilitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Maraknya aktivitas PIP yang beroperasi di kawasan ini tidak hanya mengkhawatirkan dari segi lingkungan, tetapi juga memunculkan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam sistem kordinasi dan distribusi keuntungan, yang melibatkan sejumlah oknum pengurus ponton yang bertindak di luar kewenangan hukum. Kamis (22/8/2024).

Menurut informasi yang berhasil dihimpun oleh tim media di lapangan, terdapat dua CV (Commanditaire Vennootschap) yang menjadi badan legalitas operasi PIP di wilayah Selindung. 

Namun, meski mengantongi Surat Perjanjian Kerja (SPK), keberadaan mereka di lapangan kerap kali diwarnai berbagai pelanggaran. 

Salah satu pelanggaran utama yang terungkap adalah ketiadaan surat kontrak resmi antara BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Air Putih dan CV yang beroperasi di wilayah laut tersebut, yang seharusnya menjadi dasar hukum dari setiap aktivitas penambangan.

Lebih jauh lagi, pelanggaran yang paling mencolok adalah dugaan penggelapan konvensasi atau pembagian keuntungan dari hasil tambang kepada pihak desa. 

Menurut keterangan sejumlah warga, pengurus ponton kerap melakukan koordinasi secara pribadi tanpa melibatkan BUMDes atau pemerintah desa, sehingga keuntungan yang seharusnya diterima desa justru jatuh ke tangan individu-individu tertentu. 

Mereka yang diduga berperan besar dalam penyimpangan ini adalah empat orang yang dikenal dengan inisial Rby, Rsn, SPN, dan Gn. 

Keempatnya diketahui mengondisikan operasional PIP di Selindung tanpa adanya surat resmi dari pemerintah desa, dan bahkan memanipulasi konvensasi dari CV yang tidak mereka kelola secara langsung.

Keempat sekawan ini diduga memaksa CV lain untuk menyerahkan sebagian keuntungan dengan dalih bahwa mereka telah memasuki wilayah "kekuasaan" mereka. 

Hal ini diperkuat oleh pengakuan dari sejumlah pekerja ponton, yang menyatakan bahwa keempat sekawan tersebut menginstruksikan mereka untuk tidak menyetorkan hasil tambang ke penimbangan resmi CV dan PT Timah, melainkan langsung ke tangan mereka dengan imbalan 15 persen dari hasil tambang yang seharusnya disetorkan.

"Saya disuruh oleh Rby untuk bayar PI (Penghasilan Izin) kampung 15 persen dulu, setelah itu terserah mau dibawa kemana timahnya, mau dijual kemana pun," ujar salah satu pekerja ponton yang tidak ingin disebutkan namanya.

Dugaan praktik pungutan liar (pungli) ini bukan hanya merugikan masyarakat setempat, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana sistem kordinasi dan pengawasan di perairan Selindung dijalankan. 

Dengan memanfaatkan SPK yang dimiliki oleh CV mitra PT Timah, keempat sekawan tersebut diduga melakukan operasi secara individu tanpa pengawasan resmi dari pemerintah desa, yang pada akhirnya merugikan desa dan BUMDes Air Putih.

Selain dugaan pungli, pelanggaran lainnya yang mencuat adalah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang diduga bersubsidi untuk operasional ponton PIP. 

Ribuan liter solar yang diduga bersubsidi dikirim setiap harinya oleh tengkulak ke pinggiran pantai Selindung, tanpa ada teguran atau tindakan dari pihak CV maupun PT Timah, yang seharusnya memastikan bahwa PIP tidak menggunakan BBM bersubsidi.

Situasi ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan kordinasi antara CV yang beroperasi di bawah naungan PT Timah dan pihak pemerintah desa, khususnya dalam mengelola sumber daya alam yang ada. 

Sebagai perusahaan yang memiliki peran besar dalam perekonomian lokal, PT Timah seharusnya memastikan bahwa setiap operasional di lapangan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, termasuk dalam hal ini adalah kepatuhan terhadap peraturan desa dan BUMDes.

Ketika berita ini dipublikasikan, tim media masih berupaya mengonfirmasi kebenaran dugaan-dugaan ini kepada pihak terkait, termasuk pemerintah Desa Air Putih, BUMDes Air Putih, serta manajemen CV dan PT Timah. 

Keterangan resmi dari pihak-pihak tersebut akan menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan praktik pungli dan pelanggaran hukum di perairan Selindung.

Dalam waktu dekat, masyarakat pun berharap agar pihak berwenang segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini. 

Terlebih, perairan Selindung merupakan wilayah yang kaya akan potensi alam, yang jika dikelola dengan baik dan sesuai aturan, dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat Desa Air Putih dan sekitarnya. 

Namun, jika dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas, potensi tersebut hanya akan menjadi ajang eksploitasi segelintir orang yang mementingkan keuntungan pribadi di atas kepentingan umum. (KBO Babel)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama