Hukum di Ujung Tanduk: Pelanggaran Izin Pengemasan Beras oleh Anyun





Bangka Belitung – Beras merupakan salah satu komoditas strategis yang berperan sangat penting dalam ketahanan pangan Indonesia. Beras menjadi makanan pokok utama yang dalam situasi normalnya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain. Namun, keberadaan Gudang Distributor Beras CV Sumber Alam Lestari di Jl. Sukarno Hatta, Kelurahan Dul, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memunculkan banyak pertanyaan. Gudang distributor tersebut diketahui memiliki mesin mixer dan mesin jahit karung untuk pengemasan ulang, yang secara kebetulan ilegal. Kamis (13/6/2024).

Pada Selasa, 11 Juni 2024, ditemukan bahwa distribusi beras yang dilakukan oleh CV Sumber Alam Lestari tidak hanya menyimpang dari izin yang diberikan, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku. 

Distribusi yang seharusnya dilakukan atas nama produsen atau pemasok berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan pemasaran barang, ternyata melibatkan pengemasan ulang dalam kemasan eceran 5kg, yang jelas-jelas melanggar ketentuan hukum.

Keberadaan suatu gudang tidak lepas dari kegiatan perdagangan besar. Bagi para distributor dan produsen, gudang dapat diartikan sebagai tempat menyimpan barang-barang. 

Namun, definisi gudang yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan adalah suatu ruangan tertutup atau terbuka yang digunakan khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat bertransaksi dan tidak untuk kebutuhan sendiri. 

Gudang tersebut pada dasarnya tidak boleh sekaligus menjadi tempat pengemasan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Permendag Nomor 16 Tahun 2016.

Selain itu, ada pengecualian untuk memiliki TDG (Tanda Daftar Gudang) bagi gudang-gudang yang berada di kawasan berikat dan gudang yang melekat dengan usaha ritel/eceran yang digunakan sebagai tempat penyimpanan sementara barang dagangan eceran. 

Namun, TDG hanya berfungsi sebagai bukti pendaftaran gudang untuk tempat penyimpanan barang, bukan izin untuk pengemasan ulang.

Jika pelaku usaha telah memiliki TDG tetapi melanggar ketentuannya, maka sanksi administratif yang berlaku meliputi:

1. Teguran atau peringatan tertulis: Peringatan atau teguran tertulis yang dikenakan oleh pihak Kementerian Perdagangan paling banyak dua kali, masing-masing untuk jangka waktu paling lama 14 hari kerja (Pasal 168 PP Nomor 29 Tahun 2021).
   
2. Penutupan gudang: Penutupan gudang dikenakan sejak berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis kedua sampai pemilik, pengelola, atau penyewa gudang melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan (Pasal 170 ayat (2) PP Nomor 29 Tahun 2021).
   
3. Denda administratif: Denda administratif dikenakan setelah jangka waktu 30 hari sejak penetapan pengenaan sanksi penarikan barang dari distribusi, izin sementara kegiatan usaha, atau penutupan gudang, dan pelaku usaha tidak melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan (Pasal 171 ayat (1) PP Nomor 29 Tahun 2021).
   
4. Pencabutan perizinan berusaha: Sanksi ini dikenakan terhadap usaha yang tidak melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan setelah jangka waktu pemberian sanksi denda (Pasal 172 ayat (1) PP Nomor 29 Tahun 2021). Pelaku usaha dapat mengajukan perizinan berusaha kembali setelah jangka waktu lima tahun sejak penetapan pencabutan izin (Pasal 172 ayat (2) PP Nomor 29 Tahun 2021).

Dalam kasus ini, Anyun selaku pengurus CV Sumber Alam Lestari tidak mentaati peraturan dan regulasi yang berlaku. 

Gudang distributor beras tersebut telah membuka kemasan akhir beras merek Cap Gunung dan menggantinya dengan kemasan beras merek KTJ dan 118. 

Tindakan ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, khususnya Pasal 139 yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan dijual dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)".

Pasal 85 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 juga menjelaskan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan pengemasan ulang dikenai sanksi administratif berupa:

- Denda;
- Penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
- Penarikan pangan dari peredaran oleh produsen;
- Ganti rugi; dan/atau
- Pencabutan izin.

Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 144 dan Pasal 143 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, juga mengatur ancaman hukuman mulai dari dua hingga lima tahun penjara, dan denda maksimal Rp6 miliar bagi pelanggar.

Pada Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, diatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Pengoplosan beras dilakukan dengan maksud untuk mengambil keuntungan tanpa mengindahkan kualitas, sehingga merugikan konsumen.

Beras IR64, yang dikenal dengan kualitasnya yang baik, menjadi salah satu jenis beras yang sering dioplos. IR64 adalah singkatan dari “Improved Rice 64” dan memiliki biji berwarna panjang dan ramping dengan bulir yang mengkilap. 

Namun, meskipun beras jenis ini ditawarkan dengan harga lebih terjangkau, kualitasnya akan menurun setelah tiga bulan. 

Kualitas beras yang dioplos oleh Anyun dapat menurun drastis, merugikan konsumen yang telah membeli beras tersebut dengan harapan mendapatkan kualitas yang baik.

Pengemasan beras yang dilakukan oleh CV Sumber Alam Lestari mencakup jenis beras mutu apakah termasuk kategori premium atau medium. 

Berdasarkan self deklarasi, produsen atau pelaku usaha pengemasan beras dapat mengklaim sendiri produk berasnya termasuk kelas premium atau medium berdasarkan sampel beras yang diuji sendiri tanpa harus menggunakan petugas pengambil contoh dari instansi resmi. 

Namun, tindakan ini sering disalahgunakan untuk memasarkan beras yang sebenarnya tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan oleh konsumen.

Meskipun Anyun telah diketahui melakukan pelanggaran terhadap peraturan usaha pengemasan merek beras, tidak ada sanksi apapun yang dikenakan terhadap dirinya. 

Tampak bahwa Anyun tidak tersentuh oleh instansi terkait lantaran diduga sudah melakukan "sistem koordinasi" yang kuat dengan oknum pejabat yang berwenang dengan memberikan setoran "cuan".

Situasi ini menunjukkan adanya kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. 

Keberadaan "sistem koordinasi" yang melibatkan setoran uang kepada oknum pejabat berwenang menimbulkan ketidakadilan bagi para konsumen yang dirugikan. 

Oleh karena itu, perlu adanya tindakan tegas dari pihak berwenang untuk menindak pelanggaran yang dilakukan oleh CV Sumber Alam Lestari dan memastikan bahwa pelaku usaha seperti Anyun mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Penegakan hukum yang tegas tidak hanya akan memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang melanggar, tetapi juga melindungi konsumen dari praktik-praktik curang yang merugikan. 

Konsumen berhak mendapatkan produk berkualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak dirugikan oleh tindakan pengemasan ulang yang ilegal dan tidak sesuai dengan izin yang diberikan. 

Dengan penegakan hukum yang adil dan tegas, diharapkan para pelaku usaha akan lebih berhati-hati dan mematuhi peraturan yang berlaku demi terciptanya iklim usaha yang sehat dan adil bagi semua pihak. (KBO Babel).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama