Menggali Kebobrokan di Balik Penjarahan Pasir Timah: Kolusi Oknum, Cukong, dan Penambang Ilegal di Belo Laut


Mentok (Bangka Barat) - Salah satu menyebabkan beraninya para pelaku tambang timah ilegal menjarah pasir timah di wilayah  IUP PT Timah adanya berkolaborasi anatara oknum warga dengan cukong timah atau kolektor timah kemudian mengikutsertakan oknum Aparat Penegah Hukum (APH) dengan “Sistem Koordinasi”.
Kehidupan laut Belo, di Kabupaten Bangka Barat, diwarnai oleh kegelapan yang meresap begitu dalam seperti pasir timah yang menjadi sumber daya utama di wilayah tersebut. Di tengah upaya PT Timah Tbk untuk mengelola pasir timah melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP), kegiatan ilegal yang merugikan produksi timah terus merajalela.

Salah satu penyebab produksi pasir timah yang merosot secara dramatis adalah penjarahan yang terorganisir dengan baik. Para penambang ilegal berkolaborasi dengan cukong timah atau kolektor timah dan melibatkan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dengan "Sistem Koordinasi." Wilayah IUP PT Timah di laut Belo menjadi sarang dari puluhan Ponton Isap Produksi (PIP) yang beroperasi di bawah bayang-bayang kelegalan.
Informasi yang dihimpun oleh Jejaring Media KBO Babel mengungkapkan bahwa PT Timah Tbk telah mengeluarkan Surat Perintah/Perjanjian Kerja (SPK) atas nama perusahaan CV. Torabika & CV. Victori untuk beroperasi dengan 15 unit PIP Jenis TI apung Rajuk di wilayah IUP PT Timah. Namun, kenyataannya, lebih dari 80 unit PIP beraktivitas di laut Belo, melebihi kuota yang diizinkan.

Adit, perwakilan dari CV Torabika, mengonfirmasi bahwa perusahaannya telah memiliki izin untuk menambang dengan sebanyak 15 unit PIP. Namun, ia juga mengakui adanya PIP ilegal yang beroperasi tanpa izin dari PT Timah. 

Menariknya, PIP ilegal ini dikoordinir oleh oknum warga Mentok bernama IB dan warga desa Belo Laut PA.

"Ada ponton siluman sekitar 30 PIP lebih yang diurus (koordinir-red) oleh IB," ungkap Adit. "Kami pun sempat dimintanya untuk membayar jatah fee 'koordinasi,' alasannya untuk panitia, ini dan itu, dan kami pun langsung menolaknya."ungkap Adit.

JD warga Mentok  juga memberikan keterangan serupa, menambahkan bahwa IB dan PA memotong 20% dari setiap produksi pasir timah dari PIP Ti Rajuk untuk kepentingan pribadi dan "koordinasi" yang tidak jelas. 

Penyelundupan pasir timah ilegal semakin terbuka, dengan adanya perahu 'Speed Lidah' yang membawa pasir timah dalam karung warna putih tanpa tujuan yang jelas, akan dibawa kemana pasir timah tersebut? Terendus pasir timah tersebut dijual ke Cukong Timah penampung pasir timah di wilayah tersebut.

Sementara IB membantah perannya sebagai koordinator PIP, ia mengakui ikut serta dalam aktivitas penambangan tanpa izin. Alasan yang dia sampaikan adalah demi kebutuhan hidup sehari-hari, menciptakan gambaran kompleks akan dinamika kehidupan masyarakat pesisir yang terperangkap dalam kecanduan sumber daya alam.

“Saya tidak mengurus atau yang mengkoordinasi Ponton Ti  tapi saya ikut menambang, semua untuk keperluan kebutuhan hidup sehari-hari,”katanya.



Sistem operasional penambangan atau SOP tambang di laut IUP PT Timah Tbk, yang seharusnya ada Pos Pengamanan (Pospam) dan diawasi ketat oleh karyawan PT Timah serta Divisi Satuan Pengamanan (Satpam) PT Timah Tbk, ternyata telah berhasil diakali oleh kelompok ilegal. 

Pasir timah yang seharusnya ditimbang dan diserahkan langsung ke wasprod PT Timah, malah menghilang tanpa jejak, dijual bebas, atau disimpan oleh cukong timah lokal.

Untuk membersihkan nama baik institusi Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Polres Bangka Barat dan Polair Bangka Barat, dibutuhkan langkah tegas. Penertiban dan penindakan terhadap kelompok ilegal, termasuk pemanggilan dan pemeriksaan terhadap IB dan PA, harus segera dilakukan untuk mengembalikan kewibawaan hukum di wilayah tersebut.

Kondisi ini menciptakan dilema serius bagi pemerintah dan perusahaan tambang yang berusaha mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. 

Perlu ada langkah konkret untuk meningkatkan pengawasan, memperketat regulasi, dan melibatkan masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. 
Hanya dengan langkah-langkah tersebut, laut Belo bisa kembali menjadi sumber daya yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. (Sumber : KBO Babel, Editor : Detik Babel)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama